Sunflower
Episode 1
Cast:
Cho Kyuhyun
Moon Hye Sun (Sunny)
Lee Dong Hae
Jung Hae Won
Moon Tae Jun
Cho Young Hwan
Kim Hanna
Cho Ah ra
Synopsis:
Kehidupan
memang sulit diterka. Siapa sangka Kyuhyun dan Moon Hye Sun yang seperti dua
anjing yang saling menyalak tak berkutik melawan gelombang cinta dan akhirnya
mengakui perasaan masing-masing meski dengan cara mereka sendiri. Kisah cinta
mereka dibumbui dengan hal aneh dan konyol sehingga tidak hanya manis tapi juga
asin, asam tapi juga pahit.
Moon Hye Sun yang
akrab dipanggil Sunny sedang menatap langit dari kaca jendela. Melihat awan
yang mulai menggelap. Saat seperti ini otaknya akan melayang jauh. Dalam hidup tidak
selamanya sesuatu dimulai dengan mentari yang terbit indah. Tapi hidup tetaplah
harus dijalani. Suka atau pun duka, semua itu akan jadi kenangan. Sama seperti
dirinya yang memiliki kenangan akan keluarga.
Sekarang Sunny hanya
memiliki seorang Appa, Moon
Tae Jun. Seorang fotografer sekaligus seorang koki handal. Namun, dengan alasan
sepi pelanggan studio foto yang mereka punya harus gulung
tikar. Dan dengan terpaksa Moon Tae Jun harus membuka rumah makan sederhana yang buka hampir 24 jam.
“Sunny! Bisa kan bantu Appa memotong sayuran!” suara Moon Tae Jun terdengar dari lantai bawah. Dia lebih
senang memanggil Moon Hye Sun dengan nama kecilnya.
“Ya, sebentar!!”
Sunny seperti terlempar ke
alam sadar. Ia beringsut dari duduknya
dan bergegas melangkah menuruni tangga. Rumahnya tidak bisa dikatakan besar. Hanya ada dua kamar. Ketika turun
dari tangga dapat dijumpai ruang tamu di sisi kanan dan ruang makan lengkap
dengan dapurnya ada di sebelah kiri.
“Sunny, sebelum dipotong, jangan lupa dicuci dulu!” ujar Moon Tae Jun ketika melihat Sunny sudah menampakkan diri. Sunny menanggapi hanya dengan menggangguk
meski sebenarnya Moon Tae Jun sama sekali tidak melihat ke arahnya.
“Sunny, apa masih ada yang mau dikerjakan?” tanya Appa di tengah kesibukan Sunny memotong buncis.
“Tidak, Appa! Semua tugasku sudah selesai!”
“Baguslah kalau
begitu, bantu Appa, ya! Hari ini Appa dapat pesanan besar. Mereka meminta Appa menyediakan masakan Indonesia. Mereka sepertinya akan merayakan ulang tahun
pernikahan! Haaah...Appa ikut deg-degan, soalnya Appa tidak bisa lagi
merayakannya!” Sunny terdiam sejenak dan ekor matanya menatap Moon Tae Jun dengan seksama. “Tapi kalau Appa merepotkanmu. Tidak apa, semuanya Appa yang kerjakan!”
“Tidak, Appa!” Sunny
menyahut sambil terlihat serius dengan sayuran di tangan.
Bersikap seolah-olah tidak menangkap kesedihan Appanya. Moon Tae Jun
memandangnya sekilas. Ada sesuatu yang sengaja disembunyikannya
dari Sunny. Sejenak kemudian beliau kembali meracik bumbu dasar masakan. Mereka tidak lagi terlibat pembicaraan. Masing-masing membisu seolah berkonsentrasi bagaimana caranya membuat pesanan yang cita rasanya tidak terlupakan. Saat hari hampir sore masakan baru selesai dibuat.
“Semoga ini
memuaskan!” ujar Moon Tae Jun. Kemudian menuangkan
kuahnya ke dalam tempat aluminium. Dan menutupnya dengan rapat.
“Appa minta tolong lagi padamu! Tolong antarkan masakan ini ke perusahaan
Cho Corp. Nanti kamu hubungi nomor ini, masuk saja langsung ke dapurnya, ya!?” Moon Tae Jun lalu memberikan selebar
kartu nama.
“Appa harus membuka rumah makan kita sore ini, sudah seharian ditutup!” Sunny memandangi
kartu nama yang diterimanya. Tertera nama Cho Hanna. Nama yang asing
ditelinganya. Setelah mengantongi kartu nama Sunny langsung ke garasi dan mengeluarkan motor metik. Moon Tae Jun sudah menunggu di halaman dengan bungkusan besarnya. Beliau langsung menaruh bungkusan itu bagian belakang sepeda motor.
“Ingat, hati-hati di jalan!!” Sunny hanya bisa tersenyum. Moon Tae Jun mungkin bukan Appa yang sempurna tapi beliau akan melakukan
apapun yang terbaik. Begitulah caranya menjaga Sunny. Sejak kepergian Eomma, Appa berusaha keras untuk mengerti kebutuhan anak
yeojanya. Dia tidak ingin anaknya kekurangan satu
apa pun. Untuk itulah Appa berusaha keras
bekerja siang malam. Katanya hanya ini satu-satunya yang bisa dilakukan untuk anaknya.
Sekitar lima
belas menit di jalan. Sunny sudah tiba di
depan gedung Cho Corp. Bangunan yang berdiri dari lima lantai dengan
setiap sisinya ditutup dengan kaca tak tembus pandang. Banyaknya undangan yang berhadir di acara ini, bisa dilihat mobil yang
terparkir di halamannya. Sunny memarkir motornya tidak jauh dari pintu utama.
“Silyehamnida, kalau mau masuk ke dapur lewat mana ya?” tanya Sunny pada security yang bertugas.
“Nugu?” tanyanya balik.
“Saya pengantar pesanan!”
“Oh, ne! Silakan lewat samping!” ujarnya sambil
mempersilakan Sunny menuju samping gedung.
“Kamsahamnida!” ujar Sunny seraya mengikuti
petunjuk dan tiba di sebuah pintu. Dibukanya perlahan. Pemandangan
pertama yang dilihatnya adalah kesibukan. Hampir semua koki memegang alat
masak. Belum sempat Sunny mengatakan sesuatu. Para koki itu sudah menyadari keberadaannya. Pandangan yang tidak bersahabat dengannnya.
“Mwo?” seorang koki wanita bertubuh gemuk menghampiri.
“Aku hanya mengantar pesanan ini!” Sunny memperlihatkan bungkusan yang dibawa. Wanita itu tersenyum kecut.
“Taruh saja di sini!” koki itu memerintah dengan
intonasi kasar sambil menunjuk meja di sampingnya.
“Ne!” setiap langkah Sunny tidak lepas dari tatapan tajam. Sunny pun tak mau kalah dengan mata
dinginnya. Tatapan Sunny seolah menyapu setiap pandangan ke arahnya sampai
setiap mata mengaku kalah padanya. Anggap saja ini perang dingin secara tidak
langsung. “Permisi” Sunny pamit
dengan berusaha tetap sopan. Bagaimana pun perusahaan ini ada konsumen rumah makan Appanya.
“Kenapa makanan
seperti ini, harus dipesan di luar!” terdengar gerutuan mereka dari balik pintu. Sunny berbalik sekilas ke arah pintu tadi. Mengapa hanya berani
berbicara di belakangku, Sunny ikut mengerutu di dalam hati.
“Bruuk!” suara keras menghantam pintu. Sekedar menghentikan ocehan mereka Sunny sengaja menendang
tempat sampah kosong ke arah pintu dapur.
“Ommo!!” ujar mereka serempak di dalam. Sunny menyeringai penuh kemenangan.
***
Di tempat parkir
motor. Sunny ingat pesan Appanya kalau dia harus menelpon pemilik kartu nama. Sunny meraba-raba kantung
jaketnya. Sunny memperhatikan tiap digit yang tertera dan mulai
menekan angka di layar ponsel.
“Yeoboseoyo” suara pemilik nomor terdengar.
“Siapa ini?”
“Halo. Ini dari
catering Sunny, pesanan ibu sudah kami antar. Terima kasih!!”
“Ne, sama-sama” sebenarnya Sunny sudah ingin menekan tombol berhenti. Tapi tiba-tiba Ibu
itu mencegatnya.
“Kamu Moon Hye Sun, ya?”
“Heh, Ya!”
“Kamu sekarang
di mana?”
“Di luar, nyonya Cho!”
“Tunggu sebentar
di situ, Ahjuma akan ke sana!”
“Ne…” setelah itu terdengar nada terputus.
***
Setelah menutup
ponselnya, nyonya Cho bergegas menghampiri suami beliau. Tuan Cho terpaksa menjeda sementara perbincangan hangat dengan salah satu kolega bisnisnya.
“Ada apa?” tanya tuan Cho. Nyonya Cho langsung meminta
suaminya agar mendekatkan telinganya dan membisikkan sesuatu yang membuat mata tuan Cho terbulat.
“Benarkah?” tanya seolah tidak percaya.
“Iya, sekarang aku mau menemuinya di bawah!”
“Ya, sekalian
ajak dia masuk ke dalam!”
“Geuraeyo!!” nyonya Cho langsung pamit kepada
tamunya dan bergegas ke lantai dasar.
Tepat di lantai satu pintu lift terbuka. Dilihatnya hanya ada seorang gadis yang berdiri
di samping pintu masuk lobby. Sudah pasti itu Sunny. Mata mereka langsung bertemu satu sama lain. Nyonya Cho langsung tersenyum pada Sunny.
“Selamat malam
!” sapanya ramah ketika sudah tepat berdiri di hadapan Sunny.
“Ma…!” tanpa ada angin dan
hujan, nyonya Cho langsung memeluknya. Sunny mengerutkan kening tidak habis pikir.
“Moon Hye Sun, kan?!” kata beliau masih dengan posisi memeluk erat Sunny.
“Ya!” Sunny hanya mengangguk mengiyakan.
“Sekarang kamu
sudah besar, ya!? Yepeuda!” nyonya Cho kemudian memperhatikan wajahnya setelah sebelumnya tiba-tiba memeluk. Sunny tidak tahu harus tersenyum atau
tidak.
“Kamsahamnida, Ahjuma!”
“Perkenalkan,
aku Cho Hanna…” Sunny sedikit terkejut setelah wanita itu memperkenalkan diri. Bagaimana bisa seorang nyonya Cho tiba-tiba menyambutnya seolah sudah kenal sebelumnya.
“Ahjuma, apa anda salah orang?” Sunny penasaran. Mungkin
saja nyonya Cho salah mengenali tamunya. Beliau hanya senyum
manis pada Sunny.
“Ceritanya
panjang, keluarga kami dan Appa mu dulu adalah teman karib. Oh, ya! Sebaiknya kita cari tempat untuk berbincang-bincang!” nyonya Cho langsung mengapit lengan Sunny.
“Mian, Ahjuma! Saya rasa, saya harus pulang sekarang”
“O, ya??”
“Lagi pula ini
sudah malam!”
“Em, baiklah kalau begitu! Ahjuma antar sampai depan, ya!” tawar beliau. Satu hal yang
membuat Sunny kikuk, nyonya Cho terus memandanginya dan sesekali tersenyum. Sikap beliau seperti seorang ibu yang menemukan anak yang
sudah lama hilang.
“Permisi!” ujarnya sopan dan kemudian bergegas tancap gas tepat ketika rintik hujan mulai membasuh tanah.
“Hati-hati di
jalan!” sayup Sunny mendengar peringatan Beliau.
Sunny masih penasaran ada keterkaitan apa antara keluarganya dengan keluarga Cho. Tapi Sunny rasa pulang secepatnya jauh lebih penting. Sunny tidak ingin Appanya khawatir. Lagipula Sunny bisa bertanya langsung kepada Moon
Tae Jun sebagai alternatif. Wush...sebuah sedan merah mewah melaju dengan kencang melewati metiknya. Sunny tersentak.
“Yaa...!!” mobil itu sukses menghadiahinya cipratan air hujan. Sunny berbalik memandang mobil yang
sudah masuk ke kawasan Cho Corp. “Dasar orang kaya...!” Sunny menggerutu dan kembali memacu metiknya pulang.
***
Nyonya Cho sedikit cemas dengan
Sunny, ia terus memperhatikan jalan metik Sunny sampai hilang di depan gerbang.
“Eomma!? Ada apa?” tanya Pria yang
baru turun dari mobil.
“Tidak ada apa-apa!!” nyonya Cho memutuskan
masuk kembali ke dalam gedung.
“Sebenarnya memperhatikan apa, sih! Sampai-sampai
anak sendiri datang tidak dihiraukan!” pria yang bernama Cho Kyuhyun itu mengerutu
sambil mengikuti langkah eommanya.
***
Seluruh badan Sunny basah kuyup ketika sampai di rumah.
Rumah pun masih gelap. Itu artinya Moon Tae Jun belum pulang. Sunny
bergegas masuk ke kamar dan mengganti pakaian.
“Appa pulang!” seru Moon
Tae Jun dari luar.
“Ne…” Sunny keluar kamar dan menghampiri beliau.
Sunny membantu beliau melepas jas hujan dan kemudian masuk ke dapur membuatkan
segelas teh hangat.
“Hari ini, Appa
hanya bisa sampai jam sepuluh malam saja” Moon Tae Jun memulai ceritanya. “Apa
kamu kehujanan?” beliau membelai rambut Sunny yang basah. “Cepatlah istirahat,
nanti sakit!” perintahnya.
“Cuma sebentar saja Appa,
Appa tidak usah khawatir!” Sunny mencoba menenangkannya.
“Andai, Ibumu masih
ada, pasti ia lebih becus merawatmu!”
“Sudahlah, Appa!” Appa
kembali membelai rambut Sunny.
“Apa kamu sudah
makan?” Sunny menggelengkan kepala pelan. “Kalau begitu biar aku masakkan
untukmu!” beliau lantas beranjak dari duduknya. Sunny juga tidak tinggal diam. Dia
menguntit langkah Moon Tae Jun ke dapur.
“Apa yang kita punya
di pendingin?” didapati hanya ada telur, sawi, kentang dan wartel. “Tolong,
bersihkan semua sayuran ini!”
“Ne…” Sunny mulai membersihkan sayuran,
sedang beliau terlihat mengocok telur. Setelah semuanya semua sayur dicuci bersih. Moon Tae Jun
mengukus kentang dan separuh wartel. Sedang Sunny memotong sawi dengan ukuran
sedang karena akan dibuat campuran sup bersama potongan wartel. Kentang yang
sudah dikukus, ditumbuk halus dicampur dengan potongan kecil wartel,
dibulat-bulatkan, di celupkan ke dalam telur dan goreng. Jadilah perkedel
kentang dan sup sawi. Sederhana. Tapi bisa makan bersama Appanya itu jauh lebih
penting bagi Sunny.
“Ayo, kita makan!” ajak
Moon Tae Jun pada Sunny. Sunny masih tidak bergeming, Sibuk memandangi wajah Appanya
yang berbinar. Memasak seperti terapi tersendiri bagi beliau. Setiap kali
memasak beliau akan terlihat bahagia. Semua beban yang dirasa seperti
menghilang dalam sekejap.
“Sunny, kenapa tidak
makan? Apa tidak suka dengan lauk ini?” Sunny menggeleng. “Kalau begitu Appa
buatkan yang lain!” Sunny menangkap lengannya yang sudah akan bersiap-siap
berdiri.
“Aniyo Appa, mian!!” beliau memandang
Sunny dalam dengan mata nanar.
“Makanlah, lalu
istirahat!” ujar Moon Tae Jun sambil meneruskan makan. Melihat makan beliau
yang lahap. Sunny tidak mau ketinggalan mengambil jatah makan malamnya kali
ini. “Makan yang banyak!!” beliau lalu mengambil lebih banyak sawi dan
menaruhnya ke dalam mangkok Sunny.
Berteman suara
rintik hujan. Makan malam ini terasa indah. Semua yang ada di luar sana pasti
menjadi dingin. Tapi akan berbeda dengan lubuk hati Sunny. Terasa hangat. Sunny
merasa malam ini malaikat langit akan menangis lebih lebat karena iri padanya.
***
Keseharian Sunny selain membantu Moon
Tae Jun, juga seorang mahasiswa di Kyunghee University. Sunny kuliah dengan mengambil
jurusan seni dan teater. Pagi hari saat tiba di kampus dan baru saja memarkir
kendaraannya. Tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arahnya tanpa disadari. Sunny
diam seolah terpana tanpa ada selintas pikiran untuk berlari.
“AAAAA”!! teriaknya sambil menutup
mata dan menangkup wajah dengan kedua tangan.
“Teeeet!!” terdengar jeritan klakson
mobil nyaring.
“Hey, cepatlah minggir? Apa hidupmu
membosankan!” teriak seseorang tak kalah nyaring dari klakson.
Sunny masih di posisinya. Mengatur
nafas dan memberanikan diri menatap pemilik suara itu. Didapati seorang namja
yang lumayan tampan sedang meradang muncul dari jendela mobil.
“Hey, kenapa hanya diam minggirlah
sekarang!!” tugasnya sambil mengibas-ngibaskan tangan
“Cish…apa-apaan dia?” Sunny
mendengus. Menyesal menganggapnya tampan. sebelumnya. Sunny menarik kata-katanya. “Kau
bertindak seolah jalan ini milikmu! Pakai otakmu dengan benar kalau menyetir!” Sunny
berceloteh sambil berjalan menyamping.
“Hey, apa maksudmu!!” ia tambah tersulut
amarah melihat Sunny menjauhinya dan sama sekali tidak ingin beradu pandang
dengannya. Sunny malas kalau harus berurusan hal yang tidak penting pagi-pagi. Melihat
mobil barusan, Sunny teringat sesuatu. Ia perlahan sadar kalau mobil itu adalah
mobil yang hampir saja menyerempetnya malam-malam. Tapi ia berusaha tidak ambil
pusing dengan kejadian yang sudah lama.
“BRUUK!!” suara benda berat jatuh
terdengar dari arah parkir. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.
Sunny menoleh. Pria berandal itu tersenyum penuh kemenangan. Mobilnya berhasil
menggeser keberadaan motor Sunny.
“Kamu harus mengantinya!!” geram
Sunny sambil menunjuk ke wajahnya.
“Tidak ada yang harus kuganti,
motormu itu memakan tempat. Jadi, aku pindahkan! Tapi karena aku malas keluar,
ya aku cukup menggesernya dengan mobil” namja kurang ajar itu balas mendahului
Sunny.
“Heeeh....bagaimana ini, motorku!!” Sunny
mengerutu sambil membangunkan kembali motornya. “Yaaah...!!” Sunny mendengus
kesal melihat salah satu spionnya pecah dan patah. Rasanya darah sudah naik diubun-ubun.
Pria itu belum begitu jauh. Sunny langsung mengambil spion yang tergeletak di tanah
dan melempar ke arahnya. Lemparannya tepat sasaran. Mendarat manis di namja
kurang ajar itu.
“Aduh!!” serunya sambil memegang
bahunya. Namja itu langsung menatap garang. Sunny pun tak kalah sinis padanya.
“Maumu apa mencari keributan
pagi-pagi!!” namja itu memang kurang ajar. Ia berlagak seperti tidak bersalah.
“Sebenarnya yang mencari masalah itu
siapa?
“Kamu!!”
“Aku?? Kamu!!”
“Ya jelas, Kamu!!
“KAMU!!
“Ada apa ini? Kalian mengundang
perhatian semua orang!” seorang yeoja manis menyadarkan mereka. Mereka
bertengkar di tempat yang tidak pantas. Raut penuh amarah namja itu langsung mereda
melihat yeoja di sampingnya.
“Kyuhyun-ah, ada masalah lagi?” tanya
lagi. Sunny tertegun seraya berpikir rupanya namja pembawa masalah punya nama
juga.
“Oke, maumu apa sebenarnya, heh!!” intonasi
perkataannya bukan seperti pertanyaan tapi lebih pada perintah.
“Ganti rugi spion motorku!!”
“Baik, itu saja kan, pasti aku ganti!!”
ia kemudian meninggalkan Sunny tanpa kata maaf sekali pun. “Ini kuharap
terakhir kalinya aku berurusan denganmu!!” sambungnya kemudian. Sunny mencibir.
Siapapun tidak ada yang sudi berurusan dengan namja kurang ajar sepertinya.
“Maafkan dia!!” yeoja penengah itu
rela memintakan maaf untuk namja masalah itu. Sunny hanya tertegun sejenak. Apa
pun itu. Pasti ada yang spesial di antara mereka. Hanya sedikit aneh saja
menurut Sunny. Apa yeoja di depannya ini tahan dengan sikap namja barusan.
“Ne!!”
dengan suara tercekat, Sunny mengangguk padanya.
“Kenalkan aku, Jung Hae Won!” ujarnya.
“Je
ireumeun Moon Hye Sun imnida!” sambut
Sunny.
“Manaso
bagapsemnida!” Hae Won tersenyum
simpul. Wajahnya yang bercahaya indah membuat Sunny iri sejenak. Hae Won
kemudian mengejar namja masalah tadi. Kelihatannya sekali mereka sangat akrab.
Terbukti dengan mudahnya yeoja itu menggandeng tangan namja yang bernama
Kyuhyun. Sunny bergidik. Mendengar namanya saja membuat dirinya memutar mata.
Apalagi harus memanggilnya. Ini untuk terakhir kalinya dia berurusan dengan
namja itu.
“Ya Tuhan, aku hampir telat!!” ucap
Sunny setelah melihat jam tangan. Secepatnya Sunny berlari ke arah ruang kuliah
pagi ini. Sunny menghela nafas dalam. Ternyata petengkaran pagi ini bukan cuma
menguras tenaganya tapi juga membuang waktu.
***
Kelihatannya hari ini tidak banyak
orang berkunjung rumah makan. Sunny bisa menebaknya saat baru tiba di depan
rumah makan.
“Appa!! Ada yang bisa aku bantu!” serunya
saat masuk rumah makan.
“Nah, itu Sunny!!” suara Appa
menunjuknya. Ada dua orang lain sedang bersamanya. Seorang Bapak dan seorang
Ibu yang Sunny rasa sepasang suami istri. Sunny mengenali salah satu di
antaranya.Nyonya Cho lantas tersenyum pada Sunny.
“Apa kabarmu, Sunny??” nyonya Cho
lagi-lagi langsung memeluknya. Sunny mendelik ke arah Appanya. Pasti Appanya
yang membongkar nama panggilannya.
“Baik, Ahjuma!!” ujarnya sedikit grogi.
“Perkenalkan, ini Ahjussi!!” nyonya Cho memperkenalkan
seseorang yang duduk di sampingnya. Sunny membungkuk dengan sopan.
“Wah, ternyata ia sangat cantik
seperti ibunya dulu!!” komentar beliau membuat pipi Sunny memanas.
“Ya, Kau benar. Setiap aku rindu
ibunya, aku cukup memandang wajahnya!” kini Appa ikut menyanjungnya. Sunny
semakin dibuat malu.
“Kamu sekarang kuliah di mana?” tanya
nyonya Cho ketika Sunny ikut bergabung bersama mereka.
“Di Universitas Kyunghee, Ahjuma!”
“Benarkah??” nyonya Cho tidak bisa
menutupi keterkejutannya.
“Anak kami juga kuliah di sana,
kebetulan sekali ya, Yeobo!”
“Kebetulan apa??” tanya Sunny
bingung.
“Maksud Ahjussi, kalian berdua bisa
berteman akrab seperti kami dulu!!” nyonya Cho mencoba mengoreksi perkataan
suaminya.
“Ya, maksud Ahjussi seperti itu!” tuan
Cho lantas menertawakan kekeliruan sendiri. nyonya Cho dan Appa terlihat ikut
tertawa bahagia. Sunny memandang wajah Moon Tae Jun lekat. Sepertinya sangat bahagia
dengan kunjungan mereka.
“Ahjussi, saya pesan bibimbab!” pinta
pria yang baru saja masuk. Moon Tae Jun sudah siap-siap bangkit dari duduknya.
“Appa duduk saja di sini, biar aku
aja!” Sunny menyuruh Moon Tae Jun kembali duduk.
“Baiklah, kalau begitu!” jawab beliau
dengan suka rela. Sunny meninggalkan mereka yang kembali asyik bernostalgia. Sesekali
mereka terdengar tertawa berbarengan. Moon Tae Jun sekilas memandang ke arah
Sunny. Sunny hanya memberikan isyarat tidak apa-apa. Sunny tidak ingin merusak
kebahagian mereka. Setelah ini mungkin mereka akan kembali jarang bertemu,
pikirnya.
***
Hari sudah malam, rumah makan semakin
sepi, sepertinya tak ada lagi pembeli yang akan datang. Pasangan Cho sudah
pulang dari tadi sore. Moon Tae Jun kembali bergelut depan pekerjaannya.
“Pulanglah, sudah malam!!” perintahnya
ketika Sunny membantunya mencuci piring-piring kotor. Tak sedikit pun Sunny menggubrisnya.
“Mungkin Appa akan membuka rumah
makan tidak sampai semalam suntuk lagi!” beliau mengumumkan rumah makan ini
tidak akan beroperasi selama biasanya lagi.
“Kurasa itu sangat baik!”
“Mungkin mulai besok.” katanya lagi.
“Baguslah kalau begitu!” akhirnya Sunny
menyelesaikan cuciannya. “Tapi aku rasa ada baiknya mulai hari ini saja!” Sunny
memandang beliau. Sebuah senyum dari bibir Moon Tae Jun menyambut usulnya
“Ayo, kita pulang sama-sama” ujar beliau
kemudian. Moon Tae Jun kemudian melepas celemeknya. Sunny tersenyum sejenak. Malam
ini dan malam berikutnya, Sunny akan selalu melihat beliau di rumah. Kesepian
yang menemaninya setiap malam akan terbayar dengan hadirnya Appa di sisinya.
Selesai mengunci rumah makan. Sunny langsung menggandeng tangan Moon Tae Jun
“Sunny, sepertinya appa rindu eoma-mu!”
“Kalau begitu, tetaplah di sisiku!” Sunny
semakin mengeratkan pegangannya
“Hemm!!” tangan beliau menggapai rambut panjang Sunny.
Membelainya dengan pelan. Mereka sama-sama melangkah ditemani suara alam.
Bersama Appa kali ini langkahnya terasa ringan. Sunny harap sampai nanti mereka
tetap seperti ini. Harapan ini untuk selamanya.
EmoticonEmoticon